Foto: Januarius Jawa Bala |
Keterangan Foto: Ruangan
kelas V SDI Lewobele, Kecamatan Adonara Tengah (saat ini), Kabupaten Flores
Timur.
Kala itu pada hari Sabtu (3 Juni 2017),
saya bersama dua orang teman melakukan kunjungan kerja di Kecamatan Adonara
Tengah, tepatnya di desa Lewobele untuk melihat dari dekat kondisi SDI
Lewobele. Inisiatif untuk memantau keadaan sekolah ini dilakukan segera setelah
ada “data” berbicara melalui FOKAL FLOTIM dalam demonstrasi di DPRD Kabupaten
Flores Timur.
Ketika itu suara kritis bergema mengapa
Pemerintah dan DPRD menetapkan anggaran untuk membeli 3 mobil dinas Pimpinan
DPRD Flores Timur dan 2 mobil dinas Bupati dan wakil bupati (yang nota bene
masih sangat layak pakai), padahal masih ada kebutuhan pembangunan yang jauh
lebih prioritas yakni sarana pendidikan yang layak untuk anak didik di Flores
Timur. Kritik konstruktif ini kemudian memicu kepedulian untuk melihat secara langsung
apa benar masih ada kebutuhan pendidikan yang sangat prioritas.
Kenyataan di lapangan
menampilkan potret yang sangat menyedihkan. Murid kelas V menjalankan proses
pembelajaran di ruangan bekas mess guru yang sudah sangat reot (seperti
terlihat dalam foto). Sungguh sangat tidak layak dalam kondisi normal – regular
di jaman kemerdekaan Negara republik Indonesia yang sudah mencapai usia 72
tahun.
Menurut kepala sekolah, bukan saja murid
kelas lima mengalami kondisi yang memprihatinkan, tetapi juga murid kelas dua
yang melakukan proses pembelajaran di emperan salah satu ruangan kelas karena
ketiadaan ruang kelas bagi mereka. Ketika musim hujan, para murid dan guru
harus “kabur” menghindari percikan air hujan agar tidak basah kuyup. Itu
berarti proses belajar mengajar harus berhenti untuk sementara. Suatu kondisi
yang sangat jauh dari yang ideal untuk tuntutan suatu proses transfer ilmu dan
pembentukan karakter yang pantas.
Pertanyaannya, mengapa sebagian potret
dunia pendidikan di Flores Timur begini kelam? Di manakah komponen-komponen
yang bertanggung jawab ? Apa saja kerja pemerintah sehingga membiarkan generasi
bangsa telantar seperti ini? Apakah Anggaran Daerah tidak bisa dipakai untuk
membangun ruangan belajar untuk anak bangsa?
Bisa saja orang menjawab
dengan versinya masing-masing untuk pertanyaan yang kita ciptakan dan
kembangkan setelah melihat kondisi sekolah. Bagi saya, ungkapan yang tepat dari
potret ini adalah antithesis pembangunan. Pembangunan yang diharapkan dan yang
seharusnya adalah tindakan yang menyelamatkan, tindakan yang memajukan, tetapi
fakta lapangan dari kerja pembangunan oleh pemerintah (sebagai pelaku utama)
selama bertahun-tahun masih mempertontonkan ‘kepedihan’ yang sulit diungkapkan
dengan kata-kata dalam berbagai sudut pandang negasi.
Mana mungkin kita mengharapkan
peningkatan kualitas sumber daya manusia Flores Timur (generasi cerdas dan
berkarakter pancasilais), kalau Negara sebagai institusi besar mengabaikan
rakyatnya sendiri di bawah gubuk reot karena para pemimpinnya masih beretorika,
mencari pencitraan, membela diri, dan suka menjadi artis berpakaian seragam.
Mana mungkin perubahan besar terjadi kalau wakil rakyat yang dipercayakan duduk
di dalam gedung terhormat tidak produktif, kritis, kontruktif dan pro rakyat.
Nestapa pembangunan yang
terlihat melalui keadaan Sekolah Dasar Inpres Lewobele, hanyalah fenomena
gunung es antithesis pembangunan di Kabupaten Flores Timur. Yang terlihat hanya
sedikit, tapi mungkin saja ada begitu banyak kenyataan buruk pembangunan yang
masih tersembunyi.
Catatan kecil ini tidak bermaksud
mencari solusi atas kemacetan pembangunan yang sedang terjadi dalam banyak segi
kehidupan, tetapi ingin menyampaikan satu pesan bahwa setiap kita yang
berperanan untuk kemajuan, terutama komponen-komponen utama pelaku pembangunan
semestinya memainkan perannya secara sungguh dan bertanggung jawab penuh.
Dengan demikian, kita tidak menjadi bagian dari antithesis pembangunan dan
memperpanjang narasi kegagalan, tetapi menjadi pelaku dan bagian dari “mesin”
kemajuan yang pro-rakyat yang pantas untuk dikenang sebagai inspirasi yang
terus hidup dalam sanubari dari generasi ke generasi. (Januarius Jawa Bala,
Anggota DPRD Flores Timur)
Foto: Januarius Jawa Bala |
Foto: Januarius Jawa Bala |